Mengenang Tim Terakhir Lazio Yang Memenangkan Scudetto
Penundaan Serie A Italia sebagai
dampak wabah virus Corona membuat persaingan sengit Lazio dan Juventus berburu titel
Scudetto terhenti. Bagi fans Juventus mungkin penundaan ini tidak menyisakan
kekecewaan sebesar yang dialami fans Lazio. Juventini sudah “kenyang” gelar Scudetto
sehingga obsesi kesana tidak sedahsyat yang dirasakan Laziale.
![]() |
Nesta dan Nedved, jagoan Lazio musim 1999/2000 - Photo : Pinterest |
Lazio terakhir kali menjadi klub
terbaik di Italia lewat Scudetto musim 1999/2000 alias sudah 20 tahun silam. Setelah
itu, butuh dua dekade lamanya untuk melihat Le Aquile kembali bertarung
dalam pole position perebutan gelar juara Liga Italia. Yah, setelah
hanya merasakan juara di level Coppa Italia dan Super Coppa, Lazio sebenarnya
sedang dalam momentum sangat bagus untuk naik level merengkuh Scudetto.
Saat Liga Italia diputuskan rehat,
Lazio dan Juventus tengah bersaing ketat di posisi satu dan dua klasemen. Juve
di peringkat pertama dengan 63 poin hanya berselisih satu angka saja dengan 62
poin milik skuad asuhan Simone Inzaghi di posisi kedua. Dibawah Lazio ada Inter
Milan yang berjarak 8 angka dengan tabungan satu laga. Komposisi ini mencuatkan
Lazio dan Juve sebagai dua kuda pacu terdepan dalam perburuan Scudetto musim
ini.
Pemandangan “tidak biasa” ini
adalah sebuah kejadian luar biasa bagi fans Lazio. Klub yang setiap musimnya
hanya dijagokan berburu tiket Liga Champions sembari mengejar trofi Coppa Italia
kini bertarung ketat dengan penguasa Scudetto Juventus. Tidak main-main karena
Lazio sudah dua kali menaklukkan Juventus musim ini di Super Coppa dan Serie A.
Lazio terbukti adalah lawan yang tangguh dan pantas bagi Juventus.
Wabah virus Corona adalah kambing
hitam yang pantas dipersalahkan Laziale karena membuat momentum “20 tahunan”
mereka terhalang. Untuk mengobati gundah gulana fans Lazio, saya mengajak bernostalgia
pada tim terakhir Lazio yang merengkuh gelar Scudetto.
Skuad Scudetto Lazio saat itu
ditangani oleh Sven Goran Eriksson, pria Swedia yang berlabuh ke Stadion Olimpico
pada awal musim 1997/1998. Lazio terbilang beruntung mendapatkannya karena
selepas dari Sampdoria, Eriksson sebenarnya sudah sangat nyaris melatih Blackburn
Rovers. Nama Erikkson sendiri diminati Sergio Cragnotti (pemilik Lazio saat
itu) berkat suksesnya menjuarai Liga Portugal bersama Benfica sampai meloloskan
tim itu ke final Piala Champions. Kiprah Eriksson di tanah Italia juga
terbilang bagus. Bersama Roma dan Sampdoria, Eriksson memenangkan Coppa Italy.
Tim Lazio yang ditangani Eriksson
bukanlah tim abal-abal. Lazio saat itu adalah tim papan atas Serie A yang
didera penasaran karena terus-terusan nyaris juara. Meski sudah diperkuat
Christian Vieri dan Hernan Crespo, Lazio hanya sanggup jadi runner up Scudetto
1995, peringkat ketiga 1996 dan keempat di 1997. Cragnotti melihat sinyal
penurunan ini dan mendatangkan Eriksson adalah solusi yang diberikannya bagi I
Biancocelesti.
Eriksson memang pilihan tepat bagi
Lazio. Tanda-tanda kesuksesannya bersama Lazio langsung terlihat kala Lazio
menjuarai Coppa Italia 1998 dan melanjutkannya dengan juara Winners Cup 1999 (cikal
bakal Europa League). Pria yang nantinya melatih timnas Inggris itu cekatan
meracik barisan pemain bintang Lazio menjadi tim yang tangguh.
Lazio memang tidak memiliki Vieri
dan Crespo lagi di lini depan tapi Eriksson punya Marcelo Salas sebagai
gantinya. Pasangan Ivan Zamorano di timnas Cile ini kemudian jadi pemimpin di
barisan penyerang bersama striker lain seperti Fabrizio Ravanelli, Alen Boksic,
Roberto Mancini dan striker muda yang saat ini menjadi pelatih Lazio, Simone
Inzaghi.
Salas bukanlah kekuatan utama Lazio
meski diakhir musim dirinya berstatus top skor klub. Lini tengah bisa dikatakan
sebagai inti kekuatan Lazio kala itu. Di lini sentral ini Eriksson punya
komposisi Juan Sebastian Veron, salah satu playmaker nomor satu dunia di era
itu, Pavel Nedved, Diego Simeone, Dejan Stankovic, Matias Almeyda sampai Sergio
Conceicao. Kebayang kan bagaimana jadinya deretan gelandang jempolan ini
bermain bersama?
Di lini belakang memang tidak
segemerlap lini tengah tapi mereka punya salahsatu The Three Musketers bek
tangguh Italia selain Paolo Maldini dan Fabio Cannavaro, yaitu Alessandro
Nesta. Bek muda yang juga dipandang sebagai maskot tim itu mengawal lini
pertahanan bersama salahsatu bek kiri terbaik dunia Sinisa Mihajlovic.
Komposisi yang bikin Luca Marchegiani dibawah mistar gawang bekerja lebih
tenang.
Dengan skuad inilah Eriksson
kemudian membawa Lazio merebut gelar Scudetto secara dramatis. Mereka unggul
satu poin untuk melangkahi Juventus dalam perburuan gelar juara di pekan
terakhir. Lawan sama yang mereka hadapi 20 tahun kemudian di masa ini.
Kenangan akan tim terakhir Lazio
yang memenangkan Scudetto ini niscaya menumbuhkan optimisme bagi fans Lazio
bahwa klub kesayangan mereka bisa memenangkan perburuan gelar juara Liga Italia
musim ini. Serie A boleh terhenti karena wabah Covid 19 tapi mimpi indah untuk
bertahta lagi di singgasana Scudetto harus terus terjaga.
Post a Comment