AC Milan Bangkit Dengan Formasi 4-4-2
Kemenangan
dramatis 3-2 AC Milan atas tamunya Udinese pada Minggu (19/01/2020)
melambungkan optimisme di segenap kubu Rossoneri.
Mulai dari manajemen, pelatih, pemain sampai suporter kini percaya bahwa
mimpi untuk kembali berlaga di kompetisi Eropa musim depan sangat mungkin
terealisasi di akhir musim nanti.
Milan
kini berjarak 10 poin dari posisi 4 klasemen yang dihuni AS Roma. Dengan
kompetisi masih berada di bulan Januari, kondisi ini masih sangat mungkin
diatasi Milan untuk berburu tiket terakhir ke Liga Champions. Milan sedang
berada dalam performa yang bagus dengan tak terkalahkan di 3 laga beruntun
Serie A Italia. Serunya lagi, dua laga terakhir disapu bersih dengan
kemenangan.
![]() |
AC Milan menang dramatis atas Udinese - Photo : Yahoo Sports |
Apakah
ini efek positif kedatangan Zlatan Ibrahimovic? Harus diakui, salahsatu
penyerang terbaik yang pernah muncul dalam sejarah sepakbola itu punya kharisma
yang bisa membangkitkan kepercayaan diri skuad Milan yang sempat terpuruk usai
dibantai Atalanta 0-5.
Praktis
dalam 3 laga Serie A sejak Ibra datang, Milan tak pernah kalah lagi. Meski
demikian, terlalu luar biasa untuk menyebutkan “kebangkitan” Milan ini hanya
karena faktor Ibrahimovic saja. Faktanya, dalam 3 laga Serie A yang dilalui
Milan dengan dua kemenangan dan satu hasil seri, kontribusi Ibra secara
statistik tidaklah terlalu menonjol.
Ibra
hanya turun sebentar di babak kedua saat Milan ditahan imbang 0-0 Sampdoria
lalu bermain penuh kala Milan menekuk Cagliari dan Udinese. Boleh saja muncul
pendapat bahwa Milan meraih kemenangan di dua laga terakhir saat Ibra bermain
sejak menit awal dan terus berada di atas lapangan sampai laga berakhir. Tetapi
sekali lagi, peran Ibra secara teknis tidaklah besar.
Ibra
memang mencetak gol saat Milan menang 2-0 atas Cagliari, tetapi hanya sampai
disitu saja kontribusi Ibra diatas lapangan. Sisanya, pemain Milan macam Rafael
Leao, Theo Hernandez dan Ante Rebic yang ambil peran besar pada sukses Milan
meraup dua kemenangan beruntun. Jangan lupakan pula peran Bennacer dan Kessie
di lini tengah serta kiprah Samu Castillejo yang seperti hidup kembali dalam
formasi 4-4-2.
Yap,
formasi 4-4-2 bisa dikatakan sebagai penjelasan logis teknis yang masuk akal
untuk menjawab pertanyaan mengapa Milan bisa bangkit dari kekalahan memalukan
0-5 dari Atalanta. Who Scored mencatat
formasi ini baru dua kali diterapkan Stefano Pioli di Serie A Italia dan
hasilnya memang tokcer, Milan menang terus.
![]() |
Stefano Pioli menjajal formasi 4-4-2 di Milan - Photo : AC Milan Info |
Selepas
kalah telak dari Atalanta, Milan masih menjajal formasi 4-3-3 saat bermain seri
melawan Sampdoria. Pioli masih keukeuh memaksakan
Piatek sebagai penyerang tunggal diapit dua penyerang sayap di lini depan.
Skema yang sebenarnya nyata-nyata tidak membawa Milan kemana-kemana selain
kalah, seri atau menang untung-untungan.
Kinerja
Milan menjadi lebih baik dan rapi ketika Pioli mulai menerapkan formasi 4-4-2
saat Romagnoli dkk bertemu Cagliari. Tidak ada perubahan di formasi 4 bek,
masih dihuni Romagnoli dan Musacchio (belakangan bersama Kjaer) ditengah dan
diapit Theo serta Calabria / Conti di posisi bek sayap. Perubahan terjadi di
lini tengah dimana Bennacer berduet dengan Kessie mengawal lini tengah diapit
Calhanoglu / Bonaventura di sayap kiri dan Castillejo di sayap kanan.
Keempatnya mendukung duet penyerang tua muda, Ibra dan Leao di lini depan.
Saya
menilai formasi 4-4-2 membuat Milan bermain lebih taktis. Pergerakan bola lebih
dinamis dengan sentralnya berada di kaki Bennacer dan Kessie. Keduanya menjadi metronom
di lini tengah yang saling bahu membahu dalam situasi bertahan dan menyerang.
Asyiknya, variasi serangan Milan bertambah dengan keberadaan gelandang sayap
yang terkadang mampu “meloloskan” bek sayap sampai ke lini depan.
Dalam
formasi 4-4-2, Milan bisa mengkreasi serangan dari tengah sekaligus bisa
tiba-tiba merubah arah serangan dari sayap. Dua penyerang di depan juga membuat
konsentrasi pertahanan lawan terpecah karena harus mengawal dua striker yang
terus bergerak mencari ruang menjemput umpan sekaligus membuka ruang bagi lini
kedua.
![]() |
Ante Rebic mencetak 2 gol ke gawang Udinese - Photo : Daily Mail |
Perhatikan
gol Ibra saat melawan Cagliari. Serangan dari sayap diakhiri umpan ke tengah
kotak penalti yang dieksekusi dingin oleh legenda Swedia tersebut. Gol ini mirip
dengan gol pertama Ante Rebic kala Milan menundukkan Udinese. Bedanya serangan
sayap bermula dari utak atik bola di lini tengah yang diteruskan Kessie ke sisi
sayap dimana Conti sudah menanti untuk melakukan penetrasi yang diakhiri umpan
ke tengah kotak penalti untuk diselesaikan Rebic.Dua gol tersebut adalah bentuk
simulasi serangan 4-4-2 yang membuat serangan Milan lebih variatif. Tajam ditengah,
mengerikan disayap.
Kalaulah
ada kelemahan yang masih harus dibenahi dari formasi 4-4-2 ini adalah pada
kemampuan bek sayap Milan mengantisipasi serangan dari sisi sayap. Dua gol
Udinese semuanya bermula dari serangan sayap. Dua gol yang memberikan warning kepada Theo dan Conti atau
Calabria agar tetap fokus pada peran bek meski punya kesempatan maju kedepan
saat menyerang.
Terlepas
dari itu semua, formasi 4-4-2 sejauh ini mampu mengembalikan Milan pada trek
yang benar menuju kompetisi Eropa musim depan. Formasi 4-4-2 juga sejatinya
adalah formasi nostalgia Milan. Klub ini pernah sangat berjaya di Eropa bahkan
dunia ketika Arrigo Sacchi menjadikan formasi 4-4-2 sebagai formasi baku The
Dream Team Milan era 1980-an.
Jika
formasi ini terbukti bisa terus membawa Milan konsisten meraih hasil positif di
sisa musim 2019/2020, maka tidak salah bila Pioli menjadikannya sebagai skema
baku Milan sekaligus menapak tilas sukses Sacchi meraih kejayaan bersama Milan
dengan formasi 4-4-2.
Post a Comment