Review Indonesia vs Vietnam 1-3 : Menyedihkan
Cuma
satu kata, menyedihkan. Ya, pemandangan timnas Indonesia dikalahkan 1-3 oleh
Vietnam dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Kapten I Wayan
Dipta, Gianyar, Selasa (15/10/19) adalah sebuah tontonan menyedihkan. Skuad
asuhan Simon McMenemy takluk di kandang sendiri tanpa bisa benar-benar
memberikan perlawanan yang pantas.
Padahal
sebelum laga digelar, timnas Indonesia diliputi optimisme berbekal statistik
pertemuan yang positif. Tercatat Indonesia dan Vietnam sudah 23 kali bertemu
sejak 1991 dimana Indonesia menang 9 kali, hanya kalah 5 kali dan sisa laga
berakhir imbang. Dua pertemuan terakhir di AFF 2016 pun berakhir manis dengan
kemenangan 2-1 di Stadion Pakansari Cibinong, Bogor dan hasil imbang 2-2 di
kandang Vietnam, Stadion Nasional My Dinh, Hanoi.
![]() |
Indonesia takluk dari Vietnam - Photo taken from Medcom |
Optimisme
makin menebal ketika melihat rekam jejak juru taktik tim Garuda, Simon
McMenemy. “Saya punya rekor bagus melawan Vietnam dan juga belum pernah kalah
di Dipta” ujar McMenemy dikutip dari Bolacom.
Bersama tim sekelas Filipina, McMenemy mengalahkan Vietnam di kandangnya
dengan skor 2-0 pada gelaran AFF 2010. Pria Skotlandia itu juga selalu menang
dalam dua laga di Stadion Kapten I Wayan Dipta saat menangani Bhayangkara FC.
Namun
semua optimisme itu tak berbekas samasekali diatas lapangan. Penampilan Evan
Dimas dkk saat menjamu Vietnam teramat buruk, sangat buruk. Entah karena faktor
mental down akibat sudah kalah tiga
kali beruntun dan sadar bahwa performa timnas senior sedang mendapat sorotan
tajam, permainan anak asuh Simon McMenemy jauh dari kata memuaskan, apalagi
untuk dimaklumi.
Tidak
terlihat koordinasi permainan yang rapi. Saat memegang bola, tim Garuda seperti
tidak punya strategi penyerangan yang matang. Umpan-umpan tidak akurat dan
kegagalan mengontrol bola dengan baik jadi pemandangan rutin dari timnas di laga
ini. Parahnya, tiap kali kehilangan bola, Vietnam bisa begitu mudah mengalirkan
bola dari belakang ke tengah sampai kedepan. Singkat cerita, Indonesia di laga
ini bingung menyusun serangan dan gelagapan saat diserang.
Usai
kalah dari UEA, McMenemy sesungguhnya sudah mencoba memberikan sentuhan
perbaikan menghadapi laga ini. Tercatat sembilan perubahan pada starter awal
dari skuad yang kalah melawan UEA diterapkannya. Hanya Rudolof Yanto Basna dan
Beto Goncalves saja yang masih bertahan dalam sebelas awal. Sisanya, M Ridho,
Putu Gede, Abduh Lestaluhu, Otavio Dutra, Bayu Pradana, Evan Dimas, Saddil
Ramdani sampai Riko Simanjuntak kembali mengisi skuad utama. Dalam formasi
4-2-3-1, McMenemy ingin memberikan keseimbangan pada permainan tim Merah Putih.
Sangat
disayangkan, strategi tidak berjalan dengan baik melawan Vietnam yang terlihat
menerapkan formasi 3-4-3. Duo bek sayap Putu Gede dan Abduh Lestaluhu gagal
menampilkan sinergi dengan gelandang serang sayap yang dihuni Saddil dan Riko.
Alhasil serangan sayap yang biasanya jadi senjata andalan timnas Indonesia
gampang saja diredam oleh sayap-sayap Vietnam.
Buntu
disayap, Evan Dimas dan Stefano Lilipaly di tengah juga tidak bisa berbuat
banyak mengkreasi serangan. Pressure
yang dilancarkan gelandang-gelandang Vietnam membuat Evan dan Lilipaly sulit
membangun serangan lewat permainan umpan dari kaki ke kaki. Bayu yang bertugas
jadi gelandang petarung untuk memenangkan bola gagal memberikan ruang bagi
gelandang kreator serangan seperti Evan dan Lilipaly untuk berkreasi.
Buntu
disayap, mati ditengah. Bisa ditebak apa yang terjadi selanjutnya? Ya,
umpan-umpan lambung dan jauh menjadi pilihan awak timnas untuk menghadirkan
bola di wilayah pertahanan Vietnam. Keputusan fatal karena serangan timnas jadi
mudah dipatahkan. Beto lantas terasingkan di lini depan. Penyerang naturalisasi
itu bahkan sampai harus beberapa kali turun ke bawah untuk menjemput bola.
Hal
yang paling menyakitkan dari semua ini adalah, ketiga gol yang bersarang ke gawang
timnas berawal dari momen-momen yang seharusnya tidak terjadi. Gol pertama
dipicu dari kegagalan pertahanan timnas mengamankan umpan lambung ke depan
mulut gawang. Sialnya, Yanto Basna yang seharusnya bisa mengamankan bola malah
gagal mengontrol si kulit bundar tepat di muka gawang. Pemandangan empuk untuk
gol pertama Vietnam.
Nama
Yanto Basna kembali jadi “headline” pada gol kedua dan ketiga Vietnam. Pada gol
kedua, pemain yang dipercayakan ban kapten tersebut melakukan sliding tackle di dalam kotak terlarang dan
memicu keputusan penalti. Dirinya kembali jadi sorotan pada gol ketiga Vietnam.
Kegagalannya mengantisipasi umpan terobosan ke daerah pertahanan Merah Putih membuat
situasi satu lawan satu Nguyen Tien Linh melawan M. Ridho.
![]() |
Gol Irfan tidak bisa menyelamatkan Indonesia - Photo taken from Harian Nasional |
Dengan
kekalahan dari Vietnam ini, Indonesia semakin terpuruk di kualifikasi Piala
Dunia 2022 Grup G. Timnas Garuda berada di dasar klasemen dengan hasil 4 kali
kalah, kebobolan 14 gol dan hanya bisa bikin 3 gol. Semakin menyedihkan karena
statistik ini terjadi kala Indonesia tergabung dalam grup yang berisikan 3 tim
Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Vietnam).
Awalnya
ada asa bahwa kita akan sanggup bersaing di grup ini mengingat Malaysia,
Thailand dan Vietnam bukan lawan yang tidak pernah dikalahkan tim Garuda. Namun
apa mau dikata, kekalahan beruntun di kandang sendiri dari sesama tim Asia
Tenggara (seharusnya) membuka mata bahwa jangankan mentas di level dunia bahkan
Asia, di regional Asia Tenggara pun timnas Indonesia sudah kepayahan.
Pembenahan
total harus segera dilakukan mulai dari pembinaan sepakbola di usia dini, penataan
kompetisi dalam negeri, sampai konsep persiapan timnas yang ideal. Jangan menunggu
lagi sampai kita menyaksikan tim sekelas Kamboja sampai Brunei Darussalam pesta
gol ke gawang Merah Putih. Cukuplah kekalahan memalukan dari Vietnam jadi
momentum perbaikan penataan sepakbola nasional
Post a Comment