Jepang Terlalu Kuat? Lihat Suporter Dan Ambil Semangat Sumpah Pemuda
Jika harus memilih momen untuk bertarung melawan Jepang demi
lolos ke semifinal Piala Asia U19 sekaligus mengunci tiket ke Piala Dunia U20 maka
tidak ada momen yang paling tepat selain pada Minggu 28 Oktober 2018 di GBK.
Laga perempat final Piala Asia U19 antara tuan rumah Indonesia melawan Jepang itu
memang akan dihelat pada akhir pekan.
![]() |
Photo taken from : Tribun News |
Mengapa Minggu 28 Oktober 2018 jadi momen terbaik untuk beradu
melawan tim Samurai? Salahsatunya karena laga yang dihelat pada hari libur
membuat dukungan supporter bagi Egy dkk bisa diberikan optimal. Fakta bahwa
penjualan tiket laga tersebut sudah nyaris sold
out menggambarkan bagaimana atmosfer GBK nanti.
Jangan lupakan pula bahwa hari Minggu ini bertepatan dengan
peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Momen ini tentu semakin memberi letupan
motivasi bahwa ini boleh jadi hari yang tepat untuk melawan raksasa Asia
Jepang.
Hari Minggu dan Sumpah Pemuda sesungguhnya tidak ada korelasinya
dengan adu taktik dan teknik kedua tim diatas lapangan. Dua hal tersebut tidak
lebih dari sebuah fakta non teknis yang bisa-bisa kita saja untuk mengaitkannya
ke laga ini.
Meski demikian, mengabaikan faktor non teknis jelas tidak tepat.
Bahkan jika mau jujur, timnas U19 sangat membutuhkannya dihadapan Takefusa Kubo
dkk. Jepang adalah juara bertahan turnamen sepakbola terbesar di Asia untuk
level U19 ini. Status tersebut diperlihatkan tim Samurai dengan menjadi tim
paling menakutkan di fase grup.
Jepang melesakkan 13 gol dan hanya kebobolan 3 gol dalam grup
yang berisikan tim kuat sekelas Korea Utara, Irak dan Thailand. Sebuah fakta
yang memperlihatkan seberapa mengerikannya lawan yang akan dihadapi anak asuh
Indra Sjafrie.
Wajar kiranya jika kekuatan teknis yang dimiliki Egy dkk harus
dipompa levelnya dengan faktor non teknis karena bagaimanapun, tanpa
mengesampingkan kekuatan anak-anak muda Indonesia, Jepang jelas punya level
diatas Garuda Muda.
Jadi Indonesia bakal kalah dihadapan Jepang? Nanti dulu.
Pertandingan belum dimulai dan tidak ada laga yang dimenangkan sebelum wasit
meniup peluit akhir. Selama bola masih bergulir maka peluang untuk membuat
kejutan selalu ada, dan faktor non teknis memegang peranan besar disini.
Tentu kita tidak akan melupakan bagaimana timnas U19 era Evan
Dimas secara gagah perkasa menaklukkan raksasa Asia lainnya Korea Selatan
dengan skor 3-2 di GBK pada 12 Oktober 2013 atau sekitar 5 tahun yang lalu. Secara
teknis, tidak ada analisa kuat yang mengunggulkan tim Merah Putih atas tim
Ginseng tetapi toh faktanya timnas U19 keluar sebagai pemenang laga.
Adalah koar Indra Sjafrie jelang laga tersebut yang terdengar
bombastis namun berhasil membakar semangat Evan Dimas dkk. “Jangan takut
melawan Korea Selatan. Tidak ada yang tidak bisa dikalahkan kecuali Tuhan” ujar
Indra Sjafrie kala itu.
Ucapan itu memang sontak membakar semangat para pemain.
Anak-anak muda Indonesia diingatkan lagi bahwa Korea Selatan sama saja dengan
mereka. Sekumpulan manusia yang bermain sepakbola dan bisa saja kalah.
Motivasi yang dilontarkan Indra Sjafrie adalah sebuah upaya non
teknis untuk menaikkan level teknis anak asuhnya. Motivasi itu lantas
berkolaborasi dengan kehadiran ribuan supporter Indonesia di GBK. Maka
lengkaplah amunisi non teknis punggawa timnas U19 kala itu.
Hal seperti inilah yang perlu ditekankan kepada Egy dkk. Secara statistik
mereka memang kalah dalam urusan teknis tetapi luapan faktor non teknis yang
dimiliki Garuda Muda bisa saja menaikkan kinerja teknis mereka untuk
menaklukkan Jepang.
Momen semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober akan terlintas dipikiran
setiap pemain dan membuat mereka melupakan lelah diatas lapangan. Pada kondisi
ini, kengototan dan sikap pantang menyerah hadir diatas lapangan.
Jangan heran jika lari mereka menjadi lebih cepat, badan mereka
menjadi lebih kuat saat beradu fisik dan tendangan mereka menjadi lebih keras.
Jangan sepelekan kekuatan non teknis.
Bayangkan bagaimana mental pemain Jepang melihat lautan merah
pendukung timnas di GBK. Qatar dan UEA sudah mengakui sendiri betapa suporter
timnas U19 menghadirkan kekuatan tersendiri bagi anak asuh Indra Sjafrie. Disitulah
keajaiban terjadi kala ketertinggalan 1-6 dari Qatar dikejar menjadi 5-6 atau
saat 10 pemain timnas U19 menahan serbuan serangan 11 pemain UEA selama sekitar
40 menit.
![]() |
Photo taken from : Tribun News |
“Penonton pada fase grup sedikit dan begitu pula tekanan yang
kami rasakan. Saat melawan Indonesia kami harus fokus bermain dihadapan puluhan
ribu pendukung yang datang” ujar pelatih Jepang Masanaga Kageyama dalam
konferensi pers Sabtu 27 Oktober 2018. Faktor penonton benar-benar menjadi poin
yang diperhatikan oleh Jepang.
Dua laga terakhir timnas U19 memang mengkonfirmasi peran non teknis
berupa dukungan suporter yang memompa rasa percaya diri punggawa Garuda Muda. “Indonesia
punya kepercayaan diri yang baik. Melawan Qatar mereka mengejar dari 1-6 menjadi
5-6. Lalu melawan UEA mereka menang dengan 10 pemain” lanjut Masanaga.
Memang naif rasanya mengkaitkan kehadiran puluhan ribu suporter
dengan peluang menang Indonesia. Jepang jelas bukan tim yang begitu saja ciut
nyalinya melihat dukungan suporter Indonesia. Mereka adalah juara bertahan
turnamen ini, jangan lupakan fakta ini.
Okelah puluhan ribu suporter dan momen semangat Sumpah Pemuda 28
Oktober tidak akan berpengaruh bagi anak asuh Masanaga, tetapi yakinlah bahwa
dua faktor non teknis ini akan memompa kinerja Egy dkk diatas lapangan.
Bayangkan pula kata-kata penuh motivasi yang dilontarkan Indra
Sjafrie kepada anak asuhnya seperti kala dirinya membakar semangat Evan Dimas
dkk 5 tahun lalu. Simak bagaimana mantan pelatih Bali United itu menyikapi laga
melawan Jepang.
“Jangan bilang Jepang bagus Jepang bagus. Kita harus lebih
bagus. Jangan pesimis. Hasil laga tidak bisa diprediksi. Indonesia dan Jepang
sama-sama punya kans. Sekarang kita harus optimis dan berjuang. Semangat Sumpah
Pemuda, kita hajar Jepang”. Hmmm, sudah
mulai terasa kobaran semangatnya? Ayo Indonesia, pasti bisa!
Post a Comment