Ulas Taktik : Blunder Strategi Sampaoli Yang Menyiksa Argentina
Kegagalan
Argentina di Piala Dunia 2018 kembali dikaitkan dengan kegagalan Lionel Messi
mentransfer aksi luar biasanya di Barcelona ke tim Tango. Meski demikian untuk
kali ini rasanya sangat tidak adil jika kandasnya Argentina di tangan Prancis
pada babak 16 besar dibebankan pada Messi seorang.
Adalah
Jorge Sampaoli yang seharusnya mendapatkan sorotan atas kegagalan Argentina di
Rusia. Kekalahan 3-4 dari Prancis sulit disangkal merupakan salahsatu
pertunjukan blunder strategi Sampaoli setelah sebelumnya hal yang sama terlihat
di fase grup.
![]() |
Sampaoli gagal menangani Argentina - Photo taken from Fox Sport |
Kemampuan
mantan pelatih Sevilla itu dalam meracik strategi bagi Messi dkk mulai kencang
dipertanyakan usai Argentina dibantai Kroasia dengan skor telak 0-3. Publik
boleh jadi mensoroti kegagalan penalti Messi dan rapatnya pertahanan Islandia
saat tim Tango ditahan imbang tim debutan Piala Dunia itu, namun lain cerita
dengan kekalahan telak dari Kroasia.
Keputusan
Sampaoli memainkan formasi 3-4-3 saat itu gagal total. Formasi yang konon tidak
begitu disukai Messi itu membuat sang kapten kerap berbenturan aksi dan posisi
dengan pemain sayap. Padahal dalam laga melawan Islandia, Messi yang bermain di
belakang penyerang dalam formasi 4-2-3-1 bermain cukup baik.
Jika
saja Sampaoli tetap konsisten dengan formasi tersebut maka bisa jadi Messi dkk
tidak perlu beradaptasi lagi dengan perubahan formasi di tengah turnamen. Dalam
formasi 3-4-3, Messi yang tadinya berada di dekat kotak penalti menjauh ke sisi
sayap. Alhasil Messi menjadi tidak maksimal karena harus melakukan effort lebih
besar untuk berada di dekat kotak penalti.
Sampaoli
terlihat mulai memahami cara untuk mengeluarkan kemampuan terbaik Messi bersama
Argentina ketika menjajal formasi 4-4-2 saat melawan Nigeria. Dalam formasi
tersebut, Messi diduetkan dengan Gonzalo Higuain di lini terdepan. Hasil kemenangan
sebenarnya sudah jadi petunjuk nyata bahwa inilah formasi terbaik bagi
Argentina di Piala Dunia 2018.
Bersama
Higuain di lini depan, pemain belakang lawan terpecah fokusnya antara mengawasi
Messi atau Higuain. Kondisi ini membuat Messi bisa melakukan pergerakan ke
dalam kotak penalti hanya dengan kawalan satu bek untuk menyambut umpan Ever
Banega dari lini tengah. Momen ini juga yang memulai prosesi gol perdana Messi
di Piala Dunia Rusia.
Setelah
kemenangan atas Nigeria, tadinya saya berpikir bahwa Sampaoli akan memegang
teguh prinsip Don’t Change The Winning
Team. Namun yang terjadi sungguh diluar dugaan. Entah mendapat wangsit darimana,
Sampaoli mengubah formasi 4-4-2 menjadi 4-3-3.
Sampaoli
tidak meneruskan duet Higuain Messi di lini depan dan menggantinya menjadi trio
penyerang dalam diri Di Maria pada posisi penyerang kiri, Messi di tengah dan
Pavon di posisi penyerang kanan. Messi memang tidak berada di sisi sayap tetapi
terlihat jelas bahwa Messi tidak bisa berbuat banyak dengan menjadi penyerang
tengah seorang diri.
Formasi
4-3-3 dengan Messi sebagai penyerang tengah sangat terang benderang ingin
menjadikan Messi sebagai pusat penyerangan. Prancis tentu tidak bodoh-bodoh amat membiarkan Messi tanpa
pengawalan. Jadilah dua bek tengah Varane dan Umtiti bisa lebih fokus mengawasi
Messi saja.
Messi
makin terisolasi karena pemain Prancis berusaha mencegah Messi memperoleh bola.
Tiap kali pemain Argentina memegang bola maka setidaknya dua pemain Prancis
langsung standby di dekat Messi. Hal
ini sukses membuat pemain Argentina mengurungkan niat untuk mengumpan ke Messi.
Dari
sini, kejatuhan strategi Sampaoli dimulai. Akibat Messi terisolasi, pemain
Barcelona itu lantas mencoba bergerak mencari posisi untuk bisa mendapatkan
bola demi berbuat sesuatu bagi tim. Usai menit ke 30, Messi terlihat sudah
mulai sering berada di sisi kiri pertahanan Prancis dan terkadang berada sampai
di garis tengah lapangan untuk mendapatkan bola.
Singkat
kata, Messi yang sempat bangkit dalam formasi 4-4-2 kembali hilang dalam
formasi 4-3-3. Sampaoli mungkin lupa bahwa Messi musim ini meraih gelar top
skor La Liga dan membawa Barcelona juara Liga Spanyol dengan Barcelona lebih
sering memainkan formasi 4-4-2 alih-alih formasi 4-3-3 yang kental di masa Pep
Guardiola serta Luis Enrique.
Who Scored mencatat
Barcelona musim ini memainkan formasi 4-4-2 sebanyak 23 kali. Bagaimana dengan
formasi 4-3-3? Formasi tiga penyerang itu hanya dijajal sebanyak 9 kali. Dengan
formasi 4-4-2, Messi tidak hanya jadi top skor tim tetapi juga jadi pemberi
assist terbanyak bagi Barcelona musim 2017/2018.
Artinya
Messi sudah terbiasa berduet dengan penyerang lain di lini depan selama
setahun. Di Barcelona Messi mendapati Luis Suarez sebagai rekan di lini depan
dan seharusnya Sampaoli jeli membaca bahwa Messi bisa menemukan Higuain sebagai
pengganti Suarez sebagai rekan duet di lini depan.
Bukan
hanya terkait Messi, blunder Sampaoli saat Argentina keok dari Prancis juga
terlihat dari keputusan pergantian pemain yang dilakukannya. Pada saat
Argentina tertinggal 2-3, Sampaoli menarik keluar Perez dan menurunkan Aguero.
Meski Aguero sukses bikin gol namun keputusan ini layak dipertanyakan karena
menarik Perez sama saja melemahkan lini tengah tim Tango.
Terbukti
dua menit usai pergantian tersebut lini tengah Argentina gagal mengantisipasi
kombinasi Griezmann, Pogba dan Giroud yang memudahkan Kylian Mbappe muncul dari
sayap kanan untuk mencetak gol kedua. Mungkin Sampaoli panik sampai lupa bahwa
dalam posisi tertinggal 2-3 Argentina masih punya sekitar 20 menit lebih untuk
menyamakan kedudukan.
![]() |
Kylian Mbappe mencetak 2 gol ke gawang Argentina - Photo taken from Newsoneplace |
Pada
menit ke 75 saat sudah tertinggal 2-4, keputusan Sampaoli menarik Pavon dan
memasukkan Meza juga mengernyitkan dahi. Mengapa tidak memasukkan Gonzalo
Higuain? Penyerang Juventus itu bisa dimaksimalkan untuk menyantap bola-bola
lambung ke jantung pertahanan yang biasanya akan makin tinggi frekuensinya
jelang waktu normal berakhir.
Akibat
keputusan Sampaoli tersebut, Argentina jadi tidak bisa memaksimalkan opsi
penyerangan lewat umpan-umpan jauh ke jantung pertahanan Prancis karena
ketiadaan sosok Big Man untuk berduel
udara dalam kotak penalti. Argentina mau tak mau harus berusaha keras memainkan
umpan dari kaki ke kaki agar dapat memasukkan bola ke kotak penalti lawan.
Situs
resmi FIFA mencatat Argentina lantas memenangi penguasaan bola sebesar 61%
berbanding 39%. Meski demikian jelas sekali bahwa penguasaan bola itu tidak
bermakna positif karena jumlah tembakan Argentina sebanyak 14 (4 ke arah
gawang) hanya berbanding sangat tipis dengan 13 upaya Prancis (4 juga mengarah
ke gawang).
Argentina
kalah 3-4 dan harus tersingkir dari Piala Dunia 2018. Bagaimana nasib Messi
usai kegagalan ini? Saat ini rasanya yang perlu dipikirkan adalah mencari
pengganti Jorge Sampaoli karena dirinya terbukti gagal meracik strategi terbaik
bagi tim Tango. Pilihan strateginya malah menjadi blunder yang menyiksa
Argentina.
Post a Comment