Belajar Dan Bersabarlah PSG, Jangan Buru-Buru Melakukan Perubahan
“Kami
akan menenangkan diri sebelum berpikir apa yang harus diubah” ujar Presiden PSG
Nasser Al-Khelaifi kepada L’Equipe usai
menyaksikan Edinson Cavani dkk disingkirkan Real Madrid pada babak 16 besar
Liga Champions musim 2017/2018. Tim asuhan Unai Emery gagal membalikkan
ketertinggalan 1-3 di leg pertama dan malah kembali menelan kekalahan 1-2 di
kandang sendiri.
![]() |
PSG disingkirkan Real Madrid dari Liga Champions - Photo by Yahoo Sports |
Perubahan.
Ya, Al-Khelaifi menyinggung kata perubahan pada komentarnya. Perubahan memang
menjadi tema yang langsung mencuat usai PSG dipastikan gagal berlanjut di Liga
Champions musim ini. Tim raksasa Prancis itu untuk kesekian kalinya harus
menerima kenyataan bahwa mereka hebat di dalam negeri tetapi loyo di level
Eropa.
Kedatangan
Dani Alves, Neymar dan Kylian Mbappe pada awal musim untuk bergabung dengan
Edinson Cavani dkk awalnya diyakini akan meningkatkan level kompetitif PSG di
level Eropa. Ya, bagi PSG, Ligue 1 Prancis hanyalah ajang formalitas yang
sangat diyakini bisa mereka menangkan dengan sebelah mata. Target utama PSG
adalah menjadi raja Eropa. Fakta kemudian berbicara, mereka kembali gagal di
Liga Champions.
Apakah
perubahan menjadi sesuatu yang benar-benar diperlukan untuk PSG berjaya di
Eropa? Tidakkkah mereka belajar bahwa uang yang digelontorkan sedemikian banyak
tidak menjamin kejayaan di Eropa?. Sejak diambil alih Qatar Investment
Authority (QIA) pada 2011, PSG memang kerap belanja besar di bursa transfer
pemain.
Transfermarkt mencatat
PSG mengeluarkan total 96.39 juta poundsterling pada musim 2011/2012 untuk
mendatangkan pemain bintang seperti Javier Pastore, Jeremy Menez, Thiago Motta
dan Diego Lugano. Bukan pemain bintang papan atas dan terbukti PSG gagal
menjuarai Liga Prancis musim itu.
Gagal
di musim perdana setelah peralihan kepemilikan, level kebintangan pemain baru
PSG meningkat pada musim 2012/2013 saat mereka mendaratkan Ezequiel Lavezzi
dari Napoli, duo AC Milan Thiago Silva dan Zlatan Ibrahimovic serta free
transfer bergaji mahal dari LA Galaxy, David Beckham. Nilai uang yang
dikeluarkan PSG tentu semakin meningkat.
Kinerja
PSG lantas membaik dengan menjuarai Ligue 1 Prancis musim 2012/2013 saat
ditangani Carlo Ancelotti. Sebuah kesuksesan yang bermakna besar karena kali
terakhir PSG menjadi juara Liga Prancis adalah pada musim 1993/1994. Artinya
PSG harus menunggu sampai 19 tahun lamanya untuk kembali menjadi raja di
Prancis. Meski demikian, kegagalan berprestasi di Liga Champions tetap tidak bisa
diterima. Don Carlo harus berlalu dari kursi pelatih PSG.
Adalah
Laurent Blanc yang kemudian dipercaya menjadi nakhoda tim mahal PSG. Pelatih
asal Prancis itu menangani PSG sejak musim 2013/2014 sampai musim 2015/2016.
Pada awal kedatangan Blanc, PSG tetap saja berburu pemain bintang baru. Kali
ini yang dihadirkan adalah Edinson Cavani, Kingsley Coman dan Marquinhos.
Pada
musim berikutnya di 2014/2015, PSG mulai menurunkan level agresifitas mereka di
bursa transfer. Bila biasanya PSG mendatangkan rombongan pemain bintang maka
pada musim itu mereka hanya mendatangkan sosok bintang sekelas David Luiz dari
Chelsea. Pun demikian di musim terakhir Blanc yang hanya mendatangkan satu nama
besar dalam diri Angel Di Maria.
Meski
demikian, Blanc justru tercatat sebagai manager tersukses PSG sejak peralihan
manajemen tahun 2011. Mantan punggawa timnas Prancis itu mengantarkan PSG
menjuarai 3 gelar Ligue 1 Prancis secara beruntun, 2 Coupe de France, 3 Coupe
de la Ligue, dan 3 Trophee des Champions.
Sayangnya, kegagalan di Liga Champions lagi-lagi membuat pencapaian Blanc tidak
begitu berarti dimata manajemen PSG.
Unai
Emery, sosok yang sangat berpengalaman menjuarai Liga Europa dianggap pantas
untuk membimbing PSG pada kejayaan di Eropa. Mantan pelatih Sevilla itu datang
ke Paris musim lalu selepas kepergian Zlatan Ibrahimovic ke MU. Berbekal
Edinson Cavani, Thiago Silva, Angel Di Maria, Javier Pastore dan Marco
Verratti, skuad Emery makin lengkap dengan kedatangan Julian Draxler dan Hatem
Ben Arfa.
Apes,
kedatangan Emery tidak membuat PSG semakin membaik. Tiga gelar juara Ligue 1
beruntun yang dicapai Laurent Blanc terhenti ditangan Emery. Pencapaian Blanc
di Liga Champions yang melaju sampai perempatfinal juga menurun di tangan
Emery. Pelatih asal Spanyol itu hanya sanggup membawa PSG sampai babak 16
besar, termasuk ketika musim ini skuadnya dibekali tambahan Neymar dan Mbappe
serta Dani Alves.
Rekam
jejak PSG ini seharusnya menyadarkan tim tersebut bahwa perubahan tidak selalu
menjadi solusi terbaik atas setiap kegagalan. Pernahkah manajemen PSG berpikir
bahwa konsistensi pada tim yang sama akan berdampak bagus bagi kinerja PSG?
Tengok bagaimana era Blanc yang minim kedatangan rombongan pemain bintang bisa
konsisten membawa PSG jadi raja di Prancis. Mereka bahkan menjuarai Liga
Prancis 3 musim beruntun.
![]() |
PSG jangan buru-buru memecat Unai Emery - Photo by Yahoo Sports |
PSG
era Laurent Blanc berisikan sekelompok pemain yang sudah lama berada dalam satu
tim. Kedatangan satu dua pemain bintang yang tidak membuat perubahan siginfikan
pada strategi tim justru menguatkan kelompok pemain ini. Jika saja PSG mau
bersabar, boleh jadi PSG era Blanc lah yang akan mewujudkan mimpi mereka
menjadi raja Eropa.
Apa
yang harus dilakukan PSG saat ini adalah tidak lagi terburu-buru memikirkan
perubahan drastis tiap kali tim gagal di Liga Champions. Musim ini PSG menjadi
seperti “tim baru” dengan kedatangan Neymar, Mbappe dan Dani Alves meski
sejatinya Unai Emery sedang menjalani musim kedua. Jika PSG mampu menjuarai
Ligue 1 Prancis musim ini, menurut kami capaian itu cukup menjadi awal positif
PSG era Emery.
Jangan
terburu-buru memecat Unai Emery atau latah mendatangkan lagi pemain-pemain baru
berkaliber papan atas. Cukuplah tim yang sekarang dibiarkan konsisten bermain
bersama dan saling mengenal lebih dalam satu sama lain. Waktu terbaik untuk
menilai kinerja mereka adalah pada musim depan. Jadi PSG, belajar dan
bersabarlah. Jangan buru-buru melakukan perubahan.
Post a Comment